Identitas Buku
Judul Buku : Muslimah Feminis, Penjelajahan Multi Identitas
Penulis : Neng Dara Afifah
Penerbit : Nalar Jakarta
Cetakan : April 2009
Tebal Buku : ± 122 halaman
Menceritakan perjalanan seorang perempuan
bernama neng dara Afifah. Neng Afifah yang dibesarkan di lingkungan agamis dan
berpendidikan ini aktif dalam kegiatan memperjuangkan kesetaraan gender.
Pemikiran dan Afifah sangat berpengaruh di masyarakat mengenai feminisme yang
terus digaungkan olehnya sejalan dengan prinsip ajaran agama Islam. Ayahnya
seorang kyai dan ibunya adalah seorang kepala sekolah madrasah Tsanawiyah,
sejak kecil yang Afifah mendapatkan perlakuan yang berbeda dari kakak
laki-lakinya ia dididik agar dapat mengajarkan pekerjaan rumah seperti masa dan
usia rumah sedangkan kakaknya bebas dapat bermain kawan saja tanpa dibebankan
pada anak apapun.
Ia patuh pada orang tuanya terutama ketika
ibunya menyuruh untuk menekan hijab padahal saat itu ia belum ada keinginan
untuk mengenakannya. Karena ayahnya adalah tokoh pemuka agama di masyarakat dan
ia harus memberikan contoh yang baik bagi perempuan lain maka mau tidak mau ia
terpaksa harus mematuhi perintah ibunya dari hal ini timbul lah pemikiran di
mana ia menginginkan kebebasan bagi dirinya sendiri tanpa merasa terikat oleh
siapapun.
Memiliki nenek yang bernama H. Masyitoh ia
menjadi terinspirasi, tersebut memiliki pengetahuan agama yang cukup luas
ilmunya didedikasikan untuk mengajarkan agama kepada murid-muridnya sehingga ia
sangat dihormati di lingkungan masyarakat. Meskipun pada zaman dahulu dikenal
istilah feminisme sepanjang hidupnya ia telah mengimplementasikan nilai-nilai
kesetaraan gender umumnya ketika ada penguasa orang-orang cenderung tunduk dan
takut padanya tapi tidak dengan nenek ia berani berdiri tegak terhadap dengan
penguasa.
Banten yang juga sebagai tanah kelahiran ia
Banten adalah daerah yang penduduknya mayoritas muslim begitu pula dengan latar
belakang keluarganya diketahui sebagai warga Nahdlatul ulama yang sangat kental
dengan tradisi Islam. NU mengalami kondisi yang sulit karena pemahamannya
karena berseberangan dengan pemerintah. Ketika ayah beliau ingin memberikan
ceramah keagamaan sering diintai oleh militer Soeharto. Kayaknya tertuju ke
perpolitikan dan berafiliasi ke partai Golkar sebagai partai penguasa demi
melindungi dirinya dan keluarganya.
Rezim yang dikenal sangat mengekang
kebebasan berpendapat itu justru mendapatkan kritikan dari KH Abdurrahman
Wahid. Masa pemerintahan orba diwarnai dengan kehidupan politik yang relatif
salah satunya yaitu memaksa partai-partai bergabung menjadi satu termasuk
seluruh partai Islam yang bergabung menjadi partai persatuan pembangunan (PPP).
Pemilu yang dimenangkan oleh PPP membuat masyarakat cenderung kesana dan terang-terangan
menolak ayah Ning darah yang berhaluan Golkar.
Dibesarkan di lingkungan pesantren membuat
ia sempat bergabung ke dalam gerakan fundamentalisme Islam. Gerakan itu
diketahui bertujuan untuk memperjuangkan dan menegakkan syariat Islam dengan
mengintegrasikan nilai-nilai agama ke dalam kehidupan sosial politik. Mereka
beranggapan bahwa negara yang tidak berdasarkan hukum Islam adalah pemerintah
maka haram apabila tunduk kepada pemerintah tersebut.
Semasa kuliah neng cara aktif bergabung
dalam kegiatan forum diskusi mahasiswa Ciputat organisasi ini mewadahi aspirasi
mahasiswa-mahasiswi IAIN Jakarta atau sekarang dikenal dengan UIN Jakarta ia
mengikuti diskusi yang diselenggarakan organisasi tersebut dan mulai membaca
buku-buku berbobot yang kemungkinan mempengaruhi pembentukan pemikirannya dalam
memperjuangkan kesetaraan gender seperti buku feminis karya yang juga menjadi
acuan beliau dalam mengkaji gender di salah satu bukunya yaitu Islam
kepemimpinan perempuan dan seksualitas.
Iya pernah menjadi narasumber gerakan
perempuan muda Finlandia di sana ia melakukan stigma negatif tentang Islam dari
pemikiran selama ini disalahpahami Islam adalah agama yang membatasi ruang
gerak perempuan pandangan ini mereka dapatkan dari kewajiban menutup seluruh
aurat bagi perempuan poligami dalam berumah tangga dan pandangan-pandangan lain
yang selama ini diekspos oleh media sebagai kaum minoritas di sana ia hanya
bisa menahan diri dengan tidak melakukan hal yang sama yakni berprasangka buruk
terhadap agama.
Apa nama lain yang harus didengungkan oleh neng dara itu pandangan mengenai orientasi seksual. Dengan keras menolak lgbt atau perkawinan sesama jenis yang juga termasuk dalam Alquran menurutnya apabila kaum perempuan menikah dengan sesamanya maka hal itu akan mengancam keberlanjutan generasi kita oleh karena itu sebagai aktif fisik yang merasa dirinya harus mensosialisasikan nilai-nilai perkawinan di masyarakat dari pemikiran-pemikiran tersebut terkadang ia mendapatkan kritik keras dari pihak-pihak yang melangemggkan pernikahan sesama jenis.
Perjuangan dalam mewujudkan kesetaraan
gender tidak berhenti sampai di situ semakin hari terjangnya semakin semangat.
Mendarah aktif dalam organisasi solidaritas perempuan dan bekerja di LSM.
Ketidaksetujuan beliau dalam gagasan wanita diwargaan untuk menjadi seorang ibu
seolah-olah tujuan wanita di bumi ini hanyalah beranak saja. Bagi mereka yang
belum mau pun memiliki keturunan dianggap belum menjadi wanita seutuhnya.
Dari review buku ini sangat bermanfaat bagi pembaca karena dapat mendobrak muslimah di Indonesia untuk menyalurkan hak-hak perempuan berbicara feminisme bukan hanya bicara tentang mengutamakan perempuan saja tapi sebenarnya adalah berbicara tentang keadilan. Pemikiran-pemikiran neng dara menyadarkan untuk turut memperjuangkan kesetaraan gender apalagi di zaman seperti sekarang banyak generasi muda yang pemahaman tentang feminismenya masih dangkal atau banyak yang minder atau insecure, namun ada beberapa pembahasan yang terlalu percaya dalam buku ini sehingga membuat pembaca merasa bingung dengan maksud penulis.
Penulis : Nina Febriansari/ 26