Misi Penyelamatan Matara di Dunia Laut


Judul Buku      : Mata dan Manusia Laut

Penulis Buku   : Okky Madasari

Penerbit Buku : PT Gramedia Pustaka Utama

Kota Terbiit    : Jakarta

Tahun Terbit   : 2019

Tebal Halaman: 232 halaman

ISBN               : 978-602-06-3028-1

 

Mata dan Manusia Laut merupakan novel yang ditulis oleh Okky Puspa Madasari atau yang biasa dikenal dengan Okky Madasari. Seorang pengarang Indonesia pemenang Kusala Sastra Khatulistiwa yang lahir di Magetan, 30 Oktober 1984.

Mata dan Manusia Laut adalah novel ketiga dari trilogi kisah Mata menjelajahi Nusantara. Trilogi ini berjumlah empat buku, yaitu Mata di Tanah Melus, Mata dan Rahasia Pulau Gapi, Mata dan Manusia Laut, dan buku selanjutnya adalah Mata dan Nyaala Api Purba. Trilogi novel Mata yang ditulis Okky berkisah mengenai sebuah petualangan karena petualangan paling diminati oleh anak-anak. Menurutnya, anak-anak selalu penasaran dengan sesuatu yang tidak pernah mereka ketahui sebelumnya. Oleh karena itu, novel ini merupakan novel anak yang dapat dibaca anak-anak sejak umur 7 tahun.

Kisah pada Mata dan Manusia Laut bermula saat media internasional beredar kabar tentang manusia laut yang dapat menyelam tanpa memerlukan alat bantuan. Kabar tersebut membuat Matara dan ibunya penasaran dan akhirnya berkunjung ke Kampung Sama untuk mencari informasi dan mempelajari tentang manusia laut tersebut. Ibu Matara dan Matara tiba di sana saat pesta budaya sedang berlangsung.

Saat sedang menikmati suasana pesta budaya, Matara bertemu dengan Bambulo si anak Kampung Sama. Mereka terlibat dalam perbincangan yang asik hingga akhirnya muncullah perdebatan diantara mereka. Pedebatan antara manusia darat dan manusia laut. Matara meyakaini bahwa semua manusia adalah makhluk darat. Sedangkan, Bambulo meyakini bahwa dirinya dan semua orang Sama adalah orang laut.

Bambulo mengajak Matara pergi ke rumahnya di Kampung Sama yang berbentuk rumah panggung di atas laut untuk membuktikan bahwa orang Sama adalah orang laut. Namun Matara tampak masih tidak percaya bahwa orang Sama adalah orang laut. Hingga Bambulo mengajak Matara untuk pergi ke atol. Pulau karang berbentuk cincin tempat hidup macam-macam ikan. Tempat orang Sama menangkap ikan.

Bulan purnama ditengah lautan tampak sangat cantik. Pada saat, purnama ikan-ikan bertelur dan dewa-dewa turun ke lautan dan tidak ada manusia yang boleh mengganggu mereka. Dengan kata lain, tidak boleh ada orang yang pergi ke atol untuk menangkap ikan saat purnama. Begitulah aturan yang sudah ada turun-temurun di Kampung Sama. Tetapi, Bambulo melupakan hal itu dan tetap pergi menuju atol.

Ditengah perjalanan menuju atol, Bambulo dan Matara berkali-kali jatuh ke laut. Lalu muncul sekelompok lummu. Lummu adalah lumba-lumba yang dianggap sebagai pelindung orang Sama. Lummu menyuruh Bambulo untuk pulang dengan suara gumaman dalam bahasa orang Sama. Bambulo membujuk lummu untuk mengantar dan melindunginya menuju atol dengan janji Bambulo tidak akan menangkap ikan di atol. Lummu pun mengantarkan mereka menuju atol.

Sesampainya di atol, siapa sangka Bambulo malah melanggar janji tersebut. Dia hendak menangkap satu atau dua ekor saja untuk mereka makan agar tidak kelaparan, bukan menangkap ikan dalam jumlah banyak untuk dijual. Begitu pikirnya, dengan berharap lummu akan mengerti.

Namun tindakan Bambulo tetap membuat laut marah. Kunjungannya ke atol pun membawa bencana bagi mereka. Gunung air menyapu mereka dan menghanyutkan mereka ke tengah lautan lepas. Setelah mencapai kedalaman yang tak pernah Bambulo jangkau, Bambulo seperti mendengar Matara berteriak memanggil-manggil namanya. Bambulo menuju sumber suara itu, lalu terdiam  saat melihat Matara yang terayun-ayun dalam cengkeraman gurita. Disinilah kisah petualangan Matara dan Bambulo si manusia laut dimulai.

Kisah petualangan dengan tokoh utama anak kecil seperti pada novel Mata dan Manusia Laut sangat jarang sekali saya temukan. Novel fiktif yang penuh imajinasi dalam sebuah petualangan mendorong pembaca untuk ikut membayangkan bagaimana dunia fantasi dalam laut yang dibangun oleh Okky. Kita bisa membayangkan bagaimana bentuk gurita setengah manusia, ikan setengah manusia, bahkan makhluk keturunan orang Masalembo dengan Dewa Laut yang fisiknya perpaduan antara manusia dan makhluk laut. Imajinasi yang kita bayangkan membuat kita dapat lebih merasakan bagaimana petualangan di dalam laut.

Dengan adanya penggambaran yang detail mengenai Kampung Sama dengan budaya, adat istiadat, dan ketergantungannya dengan alam, yaitu laut dapat menambah wawasan kita sebagai pembaca. Banyak kata-kata baru dan budaya baru yang saya ketahui setelah membaca novel ini, seperti atol, katingting, lummu-lummu nama lain dari lumba-lumba, parende yang merupakan makanan khas suku Bajo, duata upacara untuk menyembuhkan penyakit, dan masih banyak lagi.

Meskipun Mata dan Manusia Laut merupakan novel anak, Okky dengan ciri khasnya menyisipkan isu dan kritik mengenai keadaan sosial negeri ini. Isu yang diangkat adalah isu lingkungan terutama laut karena pada novel ini diceritakan masyarakat Kampung Sama yang sangat menjaga kelestarian laut mereka. Lalu, kritik yang diberikan ada pada tindakan suap oleh petugas patroli pada kapal-kapal berlayar.

Secara keseluruhan, cerita dalam novel Mata dan Manusia Laut memang sangat mudah dipahami. Namun, sayangnya untuk kategori novel anak masih terdapat kalimat-kalimat yang sulit dipahami oleh anak yang berusia tujuh tahun. Kisah petualangan penuh imajinasi namun terlalu dramatis untuk dilalui oleh anak-anak.

Tentu saja novel Mata dan Manusia Laut ini juga dilengkapi dengan beberapa ilustrasi untuk lebih membangun khayalan pembaca, tetapi karena ini adalah novel anak  alangkah lebih baiknya lagi jika lebih ditambahkan lagi ilustrasi-ilustrasi dengan warna yang menarik agar anak tidak bosan hanya membaca paragraf saja.

Diluar dari segala kelebihan dan kekurangannya, novel Mata dan Manusia Laut sangat menarik untuk dibaca oleh segala kalangan. Mulai dari anak-anak umur tujuh tahun, remaja, hingga dewasa. Tak hanya menarik dibaca sebagai hiburan saja, novel ini juga disisipkan mengenai wawasan-wawasan budaya, isu dan kritik sosial yang sedanga terjadi di negeri ini sehingga dapat menambah wawasan kita.

Novel ini juga memberikan pelajaran bagi kita tentang bagaimana cara untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan disekitar kita. Sebab apa yang kita lakukan pada lingkungan akan berdampak kembali pada diri kita sendiri. Jika kita tidak menjaga dan merawat lingkungan, maka akan terjadi bencana yang dapat merugikan kita.

Penulis : Nasywa Arsida Naura Putri / 25