Judul
buku : Rindu
Penulis
buku : Tere Liye
Penerbit
buku : Republika
Tahun
terbit : 2014
Jumlah
halaman : 544 halaman
ISBN : 9786028997904
Novel “Rindu” merupakan buku ke-20 karya Tere Liye yang
terbit sekitar tahun 2014. Edisi pertama buku ini pada Oktober 2014 dan edisi kedua pada
April 2021. Dalam novel ini, penulis menyajikan
cerita bergenre sejarah dengan tema cinta, asmara, keluarga, kasih sayang, dan nasionalisme. Novel ini mengambil latar waktu pada penghujung tahun 1938, pada masa pendudukan bangsa Belanda di
tanah Nusantara. Novel ini menceritakan perjalanan haji oleh orang-orang muslim di Indonesia dengan
menggunakan kapal buatan Eropa tahun 1923 dan milik Belanda, Blitar Holland.
Selama 9 bulan lah perjalanan naik Haji penduduk muslim Indonesia ditempuh
dengan kapal ini. Kehidupan 9 bulan diatas kapal yang mengubah pemikiran banyak
orang tentang kehidupan mereka yang selama ini mereka jalani.
Cerita
ini menonjolkan beberapa tokoh seperti Daeng Andipati, Anna, Elsa, Gurutta,
Bonda Upe, Ambo Uleng, Mbah Kakung, dan Mbah Putri. Daeng Andipati adalah
seorang pedagang kaya raya yang berasal dari kota Makassar. Daeng Andipati
berangkat haji bersama dengan istri, dua anak perempuan, dan satu pembantu
wanitanya. Daeng Andipati menunaikan ibadah haji dengan membawa satu pertanyaan
kepada Gurutta. Ia hendak menanyakan pertanyaan tersebut sebelum kakinya
melangkah di Jeddah. Pertanyaan Daeng Andipati tentang masa lalunya yang sangat
menyedihkan dan berhubungan dengan keluarganya, terutama Ayahnya.
Lain
lagi dengan kisah Bonda Upe, sang guru mengaji di kapal Blitar Holland. Wanita
berketurunan China ini dari awal cerita sudah terlihat tertutup. Bersama
suaminya, Bapak Enlai, Bonda Upe lebih sering berada di kabin. Ia keluar hanya
saat waktu seusai sholat Ashar, yaitu waktu mengajar mengaji. Akhirnya rahasia
Bonda Upe terkuak dengan bertemunya ia dan teman nya saat ia masih menjadi chabo. Chabo adalah julukan pelacur pada zaman itu. Bonda Upe
pun punya pertanyaan kepada Gurutta, bisakah dengan masa lalunya sebagai chabo ia tetap menginjakkan kaki di
Jeddah?
Ada
juga pasangan suami istri yang sudah lanjut usia, Mbah Kakung dan Mbah Putri.
Mereka berdua berangkat haji ditemani anak sulungnnya. Mbah Kakung dan Mbah
Putri sering memberikan kisah-kisah romantis mereka kepada penumpang lain, hingga
membuat penumpang lain iri dengan keromantisan mereka. Ditambah lagi Daeng
Andipati makin mesra dengan istrinya akibat mendengarkan cerita Mbah Kakung dan
Mbah Putri. Tak jarang juga mereka berdua memamerkan keromantisan mereka di depan para penumpang. Beberapa hari
setelah kapal lepas dari pelabuhan Banda Aceh, pasangan tersebut tidak pernah
keluar kabin, dengan alasan Mbah Putri sedang tidak enak badan. Selang sehari,
kabar Mbah Putri meninggal pun terdengar ke seluruh penjuru kapal. Kesedihan
pun membiru di dalam kapal tersebut. Lantas, muncul pertanyaan yang membekas di
Mbah Kakung, mengapa Mbah Putri meninggal sekarang, tidak satu bulan atau dua
bulan lagi saja, atau bahkan saat pulang dari Jeddah saja?
Tak
lupa juga Ambo Uleng, pemuda berusia 24
tahun yang dari kecil sudah terrbiasa melaut bersama ayahnya. Setelah ayah dan
ibunya meninggal, ia bekerja menjadi pelaut. Hingga suatu hal membuatnya memutuskan mengikuti
kapal Blitar Holland dan menjadi kelasi kapal tersebut, walaupun tidak dibayar
sekalipun. Ambo Uleng dari awal juga memunculkan sisi misteriusnya. Dia tidak
menjelaskan alasannya mengikuti kapal Blitar Holland kepada Kapten Phillips.
Tetapi sebenarnya Ambo Uleng ini adalah pribadi yang peduli dengan sekitarnya.
Ambo Uleng pernah menyelamatkan Anna saat peristiwa serangan di Surabaya, dan
ia pun menyelamatkan Daeng Andipati saat diserang oleh seseorang yang memiliki
dendam terhadap ayahnya. Lalu satu pertanyaan muncul dari Ambo Uleng, bagaimana
dengan cinta sejatinya yang akan dijodohkan oleh orang lain?
Dan
tak terduga, Gurutta Ahmad Karaeng, yang merupakan penjawab dari 4 pertanyaan,
mempunyai pertanyaan juga yang dari dulu belum pernah ada yang menjawabnya.
Gurutta pernah kehilangan guru dan kekasihnya dalam peperangan di Aceh. Lantas
pertanyaan Gurutta, bagaimana cara agar bertarung tanpa kehilangan orang yang
disayanginya?
Pada
akhirnya, para tokoh-tokoh ini saling melengkapi. Saling menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang muncul. Keraguan yang sempat muncul, dapat diatasi
dengan peneguhan keyakinan. Saling berbagi ilmu agama dan pengalaman hidup yang
ditonjolkan dalam novel ini.
Kisah yang disampaikan pada novel menggunakan gaya bahasa
yang kekinian. Hal ini membuat novel yang berlatar jaman penjajahan ini tidak
terlihat kaku dan mudah untuk dipahami. Kemudian, dalam novel ini ada bermacam
- macam ilmu pengetahuan yang
disampaikan dan dapat berguna bagi pembaca. Juga meski alur cerita buku ini
adalah mundur, tetapi pembaca dapat memahami dengan mudah.
Sayangnya, masih ada beberapa kesalahan penulisan dan
pemilihan kata pada novel ini. Pada bagian awal novel, ceritanya terlalu
berbelit-belit sehingga dapat membuat para pembaca bosan. Kemudian, cover novel
ini kurang menarik dan kurang cocok dengan apa yang di ceritakan pada isi buku.
Juga banyak sekali istilah bahasa Belanda yang membuat pembaca bingung dengan
apa yang dimaksudkan.
Novel
Rindu, sangat menarik untuk dibaca. Novel ini bernuansa islami yang menunjukkan
keeratan persaudaraan sesama kaum Islam. Banyak pesan moral yang dapat kita
ambil, salah satunya adalah “sejauh apapun dia pergi, jika memang sejatinya
milikmu, maka ia akan kembali. Maka ikhlaskanlah apapun yang terjadi”. Novel
ini juga bersifat mendidik, terlihat dari isinya yang memberi banyak ilmu
pengetahuan dan pelajaran tentang arti kehidupan. Novel ini sangat tepat untuk
dibaca kalangan remaja dan dewasa. Walaupun ada beberapa kata yang berat untuk
diserap, tetapi nilai moral yang terkandung dalam novel sangat cocok untuk
kehidupan para remaja maupun dewasa.
Penulis : Raissa Kamila Maharani / 29